Home » » Mesjid Bawah Tanah

Mesjid Bawah Tanah


MASJID bawah tanah Sumur Gumuling berada di komplek wisata Tamansari. Untuk menuju lokasi, pengunjung bisa berjalan kaki menyusuri lorong-lorong bawah tanah. Suasana klasik terasa begitu kaki menjejaki anak tangga dan melewati lorong tersebut.

Lokasi masjid bisa dijangkau dari parkiran sepeda motor di depan pintu masuk Tamansari ke arah utara. Kemudian belok kiri hingga menemukan pintu masuk. Ikuti lorong tersebut hingga menemukan bangunan masjid berbentuk bulat dan berwarna coklat muda atau krim.

Namun jangan dibayangkan bentuk masjid ini seperti kebanyakan masjid lainnya. Karena juga difungsikan sebagai benteng, bentuk bangunan ini terlihat kokoh dan besar. Sejak tahun 1812 bangunan masjid sudah tidak difungsikan.

Keterangan Parjio, staf karyawan Tamansari, masjid tersebut didirikan tahun 1765. Kata dia, masjid bawah tanah merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengkubuwono I dan difungsikan hingga masa kepemimpinan Sultan HB II.
"Masjid juga difungsikan sebagai benteng perlindungan bawah tanah," kata Parjio yang bertugas di loket penjualan tiket.

Ia mengatakan, masjid tak lagi digunakan setelah Keraton membangun Masjid Gedhe Kauman yang berada di sebelah barat Alun-alun lor Yogyakarta.

"Tidak lagi dipakai setelah ada gempa besar dan dibangun masjid gedhe Kauman," lanjutnya.

Menurutnya, Masjid Sumur Gumuling  sangat unik, karena dibangun bawah tanah agar suara muazin atau khatib terdengar ke seluruh penjuru masjid. Di masing-masing lantai terdapat dua mihrab atau tempat berdiri imam untuk memimpin salat jemaah.

Pada bagian dalam bangunan masjid, terdapat sumur dikelilingi lima tangga yang melambangkan jumlah rukun Islam. Persis di bawah tangga yang saling bertemu di tengah terdapat kolam air dari sumur gumuling.

Bagian atas masjid membentuk bulatan tanpa atap. Di bagian dinding juga terdapat banyak ventilasi sehingga cahaya matahari leluasa menerangi bagian dalam masjid.

"Disebut gumuling karena bentuknya bulat seperti guling," kata juru pelihara masjid tersebut, Cipto Wiarjo (70), warga setempat.

Menurutnya keunikan bangunan masjid adalah dibangun dengan tembok tebal. Hampir sekitar 1,25 meter ketebalannnya. Kata dia, batubata direkatkan tidak dengan semen seperti sekarang namun menggunakan bahan alami seperti putih telur.

Ia mengatakan masjid tersebut ramai dikunjungi wisatawan. Diantaranya untuk foto narsis atau prewedding dan lainnya. Dengan berkunjung ke masjid tersebut menyiratkan jejak perkembangan islam di Keraton Yogyakarta dan kemegahan arsitektur masa lalu.
Share this :

0 comments:

Post a Comment

 
Support : EBook Gratis | Software Gratis | Toko Online
Copyright © 2013. Radjo Travel - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger